BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sekarang ini sebagian masyarakat
Indonesia yang mengabaikan arti dari pancasila sebagai dasar negara dan UUD
1945 sebagai konstitusi. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang
tidak mengetahui makna dari dasar negara dan konstitusi tersebut. Terlebih di
era globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh
positif dan negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang dasar
negara dan konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu
mempelajari, memahami serta melaksanakan segala kegiatan kenegaraan
berlandasakan dasar negara dan konstitusi, namun tidak kehilangan jati dirinya.
Dasar Negara menjadi sumber bagi
pembentukan konstitusi. Dasar Negara menempati kedudukan sebagai norma hukum
tertinggi disuatu Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar Negara menjadi
sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi adalah salah
satu norma hukum dibawah dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi adalah
hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang
menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara, dalam arti sempit :
konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang
memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber
dari dasar Negara. Norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh
bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai
cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum
dari Negara. Terdapat hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya
yang perlu kita ketahui.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari Negara dan Konstitusi
2.
Untuk
mengetahui hubungan antara Negara dan Konstitusi
3.
Untuk
mengetahui keberadaan Pancasila dan Konstitusi di Indonesia
4.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan.
C.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun yang kami jelaskan di sini rumusan masalahnya sebagai
berikut:
1.
Apakah
pengertian Negara itu?
2.
Apakah
pengertian Konstitusi itu?
3.
Bagaimakah
Konstitusi di Indonesia?
4.
Bagaimankah
hubungan antara Negara dan Konstitusi?
D.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Makalah ini disusun
dengan sistematika pembahasan yang meliputi:
BAB I : PENDAHULUAN Menyajikan latar belakang masalah, tujuan
penulisan, rumusan masalah dan sistematika penulisan,
BAB II : PEMBAHASAN Membahas tentang Negara dan
Konstitusi yang meliputi: Pengertian Negara, sifat-sifat Negara,
unsur pembentuk Negara, asal mula terjadinya Negara, proses pertumbuhan Negara,
tujuan Negara, fungsi Negara, Pengertian Konstitusi, lahirnya konstitusia,
Konstitusi di Indonesia serta hubungan antara Negara dan Konstitusi.
BAB III : PENUTUP menyajikan kesimpulan dan saran.
BAB II
NEGARA DAN KONSTITUSI
A.
NEGARA
1.
Pengertian
Negara
Di bawah ini disajikan beberapa perumusan mengenai pengertian
Negara.
1.
Roger
H. soltau: “Ngara adalah alat (agency) atau wewnang (authority) yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat.”
2.
Max
weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.”
3.
Robert
M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di
dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistim hukum yang diselenggarakan oleh
suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.”
4.
George
Jellinek: “Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
telah berkediaman di suatu wilayah tertentu.”
5.
R.
Djopkosoetono: “Negara adalah organisasi manusia yang berbeda di wilayah
suatu pemerintahan yang sama.”
6.
J.H.A
Logeman: ”Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang mempunyai
tujuan melalui kekuasaannya untuk mengatur dan menyelengarakan sesuatu (
berkaitan dengan jabatan, fungsi lembaga kenegaraan atau lapangan kerja ) dalam
masyarakat.”
Jadi, sebagai pengertian umum dapat dikatakan bahwa Negara adalah
suatu daerah territorial yang yang rakyatnya di perintah (governed) oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganegaranya ketaatan pada
peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistik dari
kekuasaan yang sah.
(Budiarto.
1978: 39-40)
2.
Sifat
Sifat negara
Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari
kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada nrgara saja dan tidak
terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. Umumnya dianggap bahwa setiap
Negara mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua.
a.
Sifat
Memaksa. Agar peraturan perundang-undangan
dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki
dicegah, maka Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan
untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi,
tentara, dan sebagainya. Organisasi dan asosiasi yang lain dari Negara juga
mempunyai aturan; akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Negara lebih
mengikat.
b.
Sifat
Monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam
menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini Negara dapat
menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang
hidup dan disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan
masyarakat.
c.
Sifat
Mencakup Semua (all-encopassing,
all-embracing). Semua peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar
pajak) berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. Keadaan demikian memang
perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang-lingkup aktivitas
Negara, maka usaha Negara kearah tercapaiya masyarakat yang dicita-citakan akan
gagal. Lagi pula, menjadi warganegara tidak berdasarkan kemauan sendiri (involuntary
membership) dan hal ini berbeda dengan asosiasi lain di mana keanggotaan
bersifat suka rela.
(Budiarjo. 1978: 40-1).
3.
Unsur
Pembentuk Negara
Negara merupakan suatu organisasi di
antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama
mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang
mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia
yang ada di wilayahnya. Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu
organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan
yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi
lainnya.
Terdapat beberapa elemen yang
berperan dalam membentuk suatu negara, yaitu:
1.
Penduduk
Dengan penduduk suatu Negara dimaksudkan semua orang yang pada
sustu waktu mendiami wilayah Negara . Mereka mereka itu secara sosiologis lazim
disebut “rakyat” dari Negara itu. Rakyat dalam hubungan ini diartikan sebagai
sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Ditinjau dari suatu hukum, rakyat
merupakat warganegara suatu Negara. Warganegara adalah seluruh individu yang
mempunyai ikatan hukum dengan suatu Negara tertentu. Mungkin tidak dapat
dibayangkan adanya suatu Negara tanpa rakyat, tanpa warganegara. Rakayat
(warganegara) adalah substratum personil dari Negara. Tanpa warganegara, Negara
akan merupakan suatu fiksi besar.
Jika penduduk adalah substratum personil suatu Negara, maka wilayah
adalah landasan materiil atau landasan fisik Negara. Sekelompok manusia dengan
pemerintahan tidak dapat menimbulkan Negara, apabila kelompok itu tidak sedentair
(menetap) pada suatu wilayah tertentu. Bangsa-bangsa yang nomadis tidak mungkin
mendirikan Negara, sekalipun sudah mengakui segelintir orang-orang sebagai
penguasa. Luas wilayah Negara ditentukan oleh pembatasan-pembatasannya dan di
dalam batas-bats ini Negara menjalankan yurisdiksi territorial atas aorang dan
benda yang berada di dalam wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan
benda yang dibebaskan dari yurudiksi itu, misalnya perwakilan diplomatic Negara
asing dengan harta benda mereka.
3.
Pemerintahan
Pemerintah juga merupakan salah satu diantara tiga unsur
konstitutif Negara. Sekalipun telah ada sekelompok individu yang mendiami suatu
wilayah, namun belum juga diwujudkan suatu Negara, jika tidak ada segelintir orang
yang berwenang mengatur dan menyusun bersama itu. Pemerintah adalah organisasi
yang mengatur dam memimpin Negara. Tanpa pemerintah tidak mungkin Negara itu
berjalan dengan baik.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan, mengadakan
perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Oleh
karena itu mustahillah adanya masyarakat
tanpa pemerintah. Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan
sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah
melaksanakan tujuan-tujuan Negara, menjalankan funsi-fungsi kesejahteraan
bersama.
Untuk menjalankan funsi-fungsinya dengan baik dan efektif,
pemerintah menggunakan atribut hukum dari Negara, yakni kedaulatan. Pada
pemerintahan kedaulatan sebagai atribut Negara dikonretasasikan. Kekuasaan
pemerintah biasanya di bagi atas legislative, eksekutif dan yudikatif.
4.
Pengakuan
Internasional (secara de facto maupun de jure)
Pengakuan
yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah memenuhi
unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan wilayahnya.
Berdasarkan
sifatnya, pengakuan de facto bersifat tetap, yakni pengakuan dari negara
lain dapat menimbulkan hubungan bilateral di bidang perdagangan dan ekonomi
untuk tingkat diplomatik belum dapat dilaksanakan.
Pengakuan
de facto ini berkaitan dengan pengakuan kedaulatan de facto
suatu negara, menunjuk pada adanya pelaksanaan kekuasaan secara nyata
dalam masyarakat yang dinyatakan merdeka atau telah memiliki independensi.
Kekuasaan yang nyata dalam masyarakat yaitu dimana masyarakat telah tunduk pada
kekuatan penguasa secara nyata yang di sebut de facto.
Kekuasaan yang diperoleh penguasa
secara murni dari masyarakat atau kehendak masyarakat ( hal ini pernah terjadi
pada kasus Timor-Timur pada tahun 1975, pada saat itu sebagian besar rakyat
Timor-timur secara sadar memilih penguasa pemerintah Indonesia berkuasa
atasnya, dan dinyatakan pemerintah Indonesia mempunyai pengakuan kedaulatan de
facto atas Timor Timur secara syah.
Pengakuan
de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi berdasarkan
hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional
Berdasarkan sifatnya pengakuan de
jure dibagi menjadi dua, yakni :
1.
Tetap, ini berlaku untuk
selama-lamanya sampai waktu yang tidak terbatas.
2.
Penuh, ini mempunyai dampak
dibukanya hubungan bilateral di tingkat diplomatik dan Konsul, sehingga
masing-masing negara akan menempatkan perwakilannya di negara tersebut yang
biasanya di pimpin oleh seorang duta besar yang berkuasa penuh.
4.
Asal
mula terjadinya Negara
1.
Secara
Faktual
a.
Occupatie/Kependudukan
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum
dikuasai kemudian diduduki dan dikuasai oleh kelompok tertentu.
Contoh : Liberia diduduki budak–budak negro yang dimerdekakan tahun 1847.
b.
Cessie/Penyerahan
Sebuah
daerah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan perjanjian.
c.
Acessie/Penaikan
Lumpur
Bertambahnya
suatu wilayah karena proses pelumpuran laut dalam kurun waktu yang lama dan
dihuni oleh kelompok.
d.
Fusi/Peleburan
Peleburan
2 negara atau lebih dan membentuk 1 negara.
e.
Proklamasi
Suatu
daerah yang semula termasuk daerah negara tertentu melepaskan diri dan menyatakan
kemerdekaannya. Contoh : Belgia melepaskan diri dari Belanda tahun 1839,
Indonesia tahun 1945, Pakistan tahun 1947 (semula wilayah Hindustan), Banglades
tahun 1971 (semula wilayah Pakistan), Papua Nugini tahun1975 (semula wilayah
Australia), 3 negara Baltik (Latvia, Estonia, Lituania) melepaskan diri dari
Uni Soviet tahun 1991, dsb.c. Peleburan menjadi satu (Fusi).
Beberapa
negara mengadakan peleburan menjadi satu negara baru. Contoh : Kerajaan Jerman
(1871), Vietnam (1975), Jerman (1990), dsb.
f.
Innovation/Pembentukan
Baru
Suatu
negara pecah dan lenyap, kemudian diatas wilayah itu muncul negara baru.
Contoh
: Jerman menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur tahun 1945.
g.
Anexatie/Pencaplokan/Penguasaan
Suatu
negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai ( dicaplok ) oleh bangsa lain
tanpa reaksi berarti. Contoh: negara Israel ketika dibentuk tahun 1948 banyak
mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania dan Mesir.
2.
Secara
Teoritis
a.
Teori
Ketuhanan
Dasar
pemikiran teori ini adalah suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu yang ada atau
terjadi di alam semesta ini adalah semuanya kehendak Tuhan, demikian pula
negara terjadi karena kehendak Tuhan. Sisa–sisa perlambang teori theokratis
nampak dalam kalimat yang tercantum di berbagai Undang–Undang Dasar negara, seperti
: “….. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” atau “By the grace of God”.
Teori
ini dipelopori oleh Agustinus, Friedrich Julius Stahl, dan Kraneburg.
b.
Teori
Kekuasaan
Menurut
teori ini negara terbentuk karena adanya kekuasaan, sedangkan kekuasaan berasal
dari mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa, sehingga dengan demikian
negara terjadi karena adanya orang yang memiliki kekuatan/kekuasaan menaklukkan
yang lemah.
c.
Teori
Perjanjian Masyarakat
Menurut
teori ini, negara terbentuk karena sekelompok manusia yang semula masing–masing
hidup sendiri–sendiri mengadakan perjanjian untuk membentuk organisasi yang
dapat menyelenggarakan kepentingan bersama. Teori ini didasarkan pada suatu
paham kehidupan manusia dipisahkan dalam dua jaman yaitu pra negara (jaman
alamiah) dan negara.
Teori
ini dipelopori oleh Thomas Hobbes.
d.
Teori
Hukum Alam
Menurut
teori ini, terbentuknya negara dan hukum dengan memandang manusia sebelum ada
masyarakat hidup sendiri–sendiri. Pemikiran pada masa plato dan Aristoteles
5.
Proses
pertumbuhan Negara
1.
Secara
Primer
Terjadinya Negara Secara Primer (Primaires Wording) dimulai dari
masyarakat hukum yang paling sederhana kemudian berkembang secara bertahab ke
tingkat yang lebih maju. Dibawah ini adalah fase-fase pertumbuhan negara secara
primer:
a.
Fase
kelompok/suku ( Genootschaf )
Awal kehidupan manusia dimulai dari keluarga, kemudian terus
berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu/suku.
b.
Fase
Kerajaan ( Rijk )
Kepala suku yang semula berkuasa dimasyarakat hukumnya kemudian
mengadakan ekspansi ( Perluasan Kekuasaan ) dengan menaklukan negara lain. Hal
ini mengakibatkan berubahnya fungsi kepala suku dari primus interparest menjadi
seorang raja.
c.
Fase
Negara Nasional ( Staat )
Pada fase ini kesadaran bernegara masyarakat telah muncul. Akan
tetapi, raja yang memerintah menjalankan kekuasaannya secara absolute dengan
sistem pemerintahan terpusat ditangan raja.
d.
Fase
Demokrasi ( Democratishe Natie )
Fase ini terbentuk atas dasar kesadaran akan adanya kedaulatan
ditangan rakyat.
2.
Secara
Sekunder
Secara sekunder, adalah pertumbuhan negara yang dihubungkan dengan
negara yang sudah ada sebelumnya, hanya karena sebab-sebab tertentu seperti:
a.
Revolusi
Revolusi adalah perubahan
sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau
pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat
direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa
kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya
relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi
industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap
'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.
b.
Interventasi
Intervensi adalah sebuah istilah dalam dunia politik dimana ada negara yang mencampuri urusan negara lainnya yang jelas bukan
urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur tangan yang berlebihan
dalam urusan politik,ekonomi,sosial dan budaya.Sehingga
negara yang melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Ialah [n]
campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara,
dsb)
c.
Penaklukan
Suatu
daerah belum ada yang menguasai kemudian diduduki oleh suatu bangsa. Contoh :
Liberia diduduki budak–budak negro yang dimerdekakan tahun 1847.
6.
Tujuan
Negara
Negara dapat dipandang sebagai asosiasi yang hidup dan bekerjasama
dan mengejar beberapa tujuan Negara. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir
setiap Negara ialah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bunum publicum,
common good, common weal).
Menurut Roger H. Sultau tujuan Negara
ialah memungkinkan rakyatnya “berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya
sebebas mungkin”. Dan menurut Harold J. Laski: “menciptakan di mana rakyatnya
dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal”
Tujuan Negara RI sebagai tercantum di
dalam pembahasan Undang-Undang Dasar 1945 ialah: “untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejehteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut serta melaksasnakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social” denagn berdasar kepada:
ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia (Pancasila). Adapun teori-teori tujuan Negara sebagai
berikut:
1.
Teori
Kekuasaan
-Shang
Yang, untuk memperoleh kekuasaan yang sebesar-besarnya dengan cara menjadikan
rakyatnya miskin,lemah dan bodoh.
-Machiavelli,
kekuasaan yang digunakan untuk mencapai kebesaran dan kehormatan Negara,
dibenarkan bertindak kejam dan licik.
2.
Teori
Perdamaian Dunia
-Dante
Allegieri, menciptakan perdamaian dunia, yang dapat dicapai apabila seluruh
Negara berada dalam suatu kerajaan dunia (imperium dengan Undang-Undang yang
seragam bagi semua Negara)
3.
Teori
Jaminan Hak dan kebebasan
-Immanuel
Kant dan Kranenburg, hak dan kebebasan warga Negara terjamin, di dalam Negara
harus dibentuk peraturan perundang-undangan
-Immanuel
Kant, perlu dibentuk Negara hukum klasik (Negara sebagai penjaga malam)
-Kranenburg,
menghendaki di bentuknya Negara hukum modern (welfare state).
7.
Fungsi
Negara
Akan
tetapi setiap Negara, terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa
fungsi minimum yang mutlak perlu yaitu:
a.
Melaksanakan
ketertiban (law and Order); untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah
bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka Negara harus melaksanakan
penertiban. Dan dapat dikatakan bahwa Negara bertindak sebagai “Stabilisator”.
b.
Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
c.
Pertahanan;
hal ini diperlakukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini
Negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
d.
Menegakkan
keadilan; hal ini dilaksanan melalui badan-badan pengadilan.
Sarjana lain, Carles E. Merriam menyebutkan lima fungsi Negara
yaitu: (1) keamanan ektern, (2) ketertiban intern, (3) Keadilan, (4)
kesejahteran umim, (5) Kebebasan.
Keseluruhan fungsi
Negara di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
(Ubaidillah, A, 2000: 54-55)
B.
KONSTITUSI
1.
Pengertian
Konstitusi
Di dalam ilmu Negara dan hukum tata Negara, konstitusi diberi arti
yang berubah-ubah sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut. Pertama,
pengertian konstitusi pada masa pemerintahan-pemerintahan kuno (ancient
regime). Kedua, pengertian yang baru yaitu pengertian konstitusi menurut
tafsiran modern yakni sejak lahirnya dokumen konstutusi yang pertama di dunia
yang dikenal dengan nama Virginia Bill of Right (1776).
Konstitusi dalam pengertian pertama diartikan sebagai nama bagi
ketentuan-ketentuan yang menyebut hak-hak dan kekuasaan dari orang-orang
tertentu, keluarga-keluarga tertentu yang berkuasa atau suatu badan-badan
tertentu. Sebagai contoh di mas-masa pemerintahan kerajaan absolut, konstitusi
diartikan sebagai “ kekuasaan perorangan yang tak terbatas dari sang raja”.
Sedangkan konstitusi dalam pengertian kedua, menurut Sovernin Lohman,
meliputi tiga unsur, yaitu:
1.
Konstitusi
dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak social), artinya
konstitusi merupakan hasil atau kongklusi dari kesepakatan masyarakat untuk
membina Negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka;
2.
Konstitusi
sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga Negara sekaligus
penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga Negara dan alat-alat
pemerintahannya;
3.
Konstitusi
sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”,
berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang
dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal
(permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda
menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi
dasar dari segala hukum.
Konstitusi pada
umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan
untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian
ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen
tertulis (formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik
konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi. Konstitusi
memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution)
dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti
halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan
“Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan.
Pada umumnya
hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang
penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat.
Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum
tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat
dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang
hampir sama deengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
·
Berbagai
lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
·
Hubungan antar
lembaga negara.
·
Hubungan
antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
·
Adanya
jaminan atas hak asasi manusia.
·
Hal-hal
lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi
tidak menjamin bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak
negara yang memiliki lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi
namun memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat
di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar
konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di
dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki
aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama
denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat
didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam
suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham
kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.
Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan
kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diatur¬nya.
Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap
menentukan berlakunya suatu konstitusi.” Konstitusi Pemerintahan Presidensial
dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive
Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak
termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun
pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung
ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer.
Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem konstitusi
campuran.
C.
LAHIRNYA
KONSTITUSI
Latar belakang lahirnya konstitusi
pertama Republik Indonesia; Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945
dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21
orang, diantaranya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan
19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari
Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.
Badan ini kemudian menetapkan tim
khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian
dikenal dengan nama Undang-Undang 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah:
dr. Radjiman Widioningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran
Purboyo, Pangeran Soerjahamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap
Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatera), Mr. Abdul Abbas (Sumatera), Dr.
Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja
(Bali) A H. Hamidan (Kalimantan), R. P. Soeroso,
Abdul Wachid Hasyim dan Mr. ohammad Hassan (Sumatera).
Latar belakang terbentuknya
konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi: “sejak
dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah
mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah Hindia
Belanda. Tentara Dai Nippon dengan serentak menggerakkan angkatan perangnya,
baik di darat, laut maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan
Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku
memandang bangsa Indonesia sebagi saudara muda serta membimbing bangsa
Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan
kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur
Raya.
Namun janji hanyalah janji, penjajah
tetaplah penjajah selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa
Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur tentara sekutu, Jepang tak lagi inget
akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia
lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai
saat kemerdekaan tiba. Setelah merdeka kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi
nampaknya tidak bias ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau
sehari setelah ikrar kemerdekaan, panitia persiapan kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa
keputusan sebagai berikut:
1.
Menetapkan
dan mengesahkan pembukaan UUD ’45 yang bahannya di ambil dari rancangan
undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
2.
Menetapkan
dan mengesahkan UUD ’45 yang bahannya hamper seluruhnya diambil dari RUU yang
disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3.
Memilih
ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden;
4.
Pekerjaan
presiden untuk sementara waktu dibantu oleh panitia persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional;
Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang
Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara,
sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
a.
Rakyat,
yaitu bangsa Indonesia;
b.
Wilayah,yaitu
tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke yang terdiri
dari 13.500 buah pulau besar dan kecil;
c.
Kedaulatan
yaitu sejak pengucapan proklamasi kemerdekaan Indonesia;
d.
Pemerintah
yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan
pemerintahan Negara;
e.
Tujuan
Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila;
f.
Bentuk
Negara yaitu Negara kesatuan (pasal 1 ayat 1 UUD ’45).
Dalam sejarah konstitusi Indonesia, undang-undang dasar 1945 pernah
tidak berlaku untuk seluruh wilayah Negara republik Indonesia yakni antara
tanggal 27 Desember 1949 sampai di keluarkan dekrit presiden pada taggal 5 Juli
1959, pada masa itu berlaku konstitusi republic Indonesia serikat (konstitusi
RIS) dan pada 1950 memberlakukan Undang-Undang Dasar sementara 1950 (UUDS
1950).
D.
KONSTITUSI
DI INDONESIA
1.
Negara
Indonesia adalah Negara Hukum
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan atas
kekuasaan belaka terbukti bahwa pemerintahan dan lembaga- lembaga lainnya dalam
melaksanakan tidakan- tindakan apa pun harus dilandasi oleh peraturan hukum
atau dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Disamping akan tampak dalam
rumusannya dalam pasal- pasalnya, juga akan menjalankan pelaksanaan dari pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh
cita- cita hukum dan hukum dasar yang tertulis dengan landasan negara
hukum setiap tindakan Negara haruslah mempertimbangkan dua
kepentingan yaitu kegunaannya dan hukumnya, agar senantiasa setiap tindakan
Negara selalu memenuhi dua kepentingan tersebut.
Hukum Dasar Tertulis dan tidak Tertulis
a.
Hukum
Dasar Tertulis
Dasar hukum tertulis adalah Undang- undang Dasar yang menurut sifat
dang fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas- tugas
pokok cara kerja badan- badan tersebut. Undang- undang Dasar bersifat
singkat dan supel. Undang- undang Dasar 1945 hanya memiliki 37 pasal, adapun
pasal- pasalnya hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini
mengandung makna:
1.
Telah
cukup jika undang- undang dasar hanya memuat aturan- aturan pokok.
2.
Sifatnya
yang supel.
3.
Memuat
aturan- aturan, norma- norma serta ketentuan- ketentuan yang harus dilaksanakan
secara konstitusional
4.
Undang-
undang Dasar 1945 merupakan peraturan hukum positif tertinggi
b.
Hukum
Dasar yang tidak Tertulis
Aturan- aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis
mempunyai sifat- sifat, yaitu:
1.
Merupakan
kebiasaan berulang kali dalam penyelenggaraan Negara.
2.
Tidak
bertentangan dengan undang- undang dasar dan berjalan sejajar.
3.
Diterima
oleh seluruh rakyat.
4.
Bersifat
sebagai pelengkap.
2.
Sistem
Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil Amandemen 2002
Sistem pemerintahan di Indonesia sebelum dilakukan amandemen
dijelaskan secara terperinci dan sistematis dalam undang- undang dasar 1945.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia ini dibagi atas tujuh yang secara
sistematis merupakan pertanggung jawaban kedaulatan rakyat oleh karena itu sistem
Negara ini dikenal dengan tujuh kunci pokok system pemerintahan, walaupun tujuh
kunci pokok menurut penjelasan tidak lagi merupakan dasar yudiris,
namun mengalami perubahan.Penjelasan UUD 1945 yang memuat 7
buah kunci pokok, yaitu :
1.
Indonesia adalah negara yang
berdasar atas hukum (rechstaat)
Negara
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan bukan kekuasaan belaka.
Hal ini berarti bahwa negara dalam melaksanakan tindakan apapun harus
selalu dilandasi oleh hukum atau segala tindakannya harus dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.
Negara
hukum yang dimaksud oleh UUD 1945 bukanlah negara hukum dalam arti formal (sebagai
polisi lalu lintas atau penjaga malam) tetapi negara hukum dalam arti material
(dalam arti luas) yaitu negara tidak hanya melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia tetapi juga harus memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.Sistem Konstitusional
2.
Pemerintah berdasar atas sistem
konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
tak terbatas).
Sistem ini menegaskan bahwa
pemerintahan negara dibatasi oleh konsitusi dan otomatis dibatasi juga
oleh ketentuan hukum yang merupakan produk konstitusional lainnya seperti GBHN,
UU dll.
Sistem ini juga memperkuat dan
menegaskan sistem negara hukum.
Berdasarkan kedua sistem ini
diharapkan dapat tercapai mekanisme hubungan tugas dan hukum antara
lembaga-lembaga negara yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri.
3.
Kekuasaan negara yang
tertinggi berada di tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh MPR
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan yang
tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :
a) Menetapkan UUD dan GBHN.
b) Memilih dan mengangkat Presiden
dan Wapres.
Majelis mengangkat dan melantik
Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara, oleh karena itu Kepala Negara dan
Wakil Kepala Negara harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
4.
Presiden adalah penyelenggaran
pemerintahan negara yang tertinggi di bawah Majelis.
Presiden adalah penyelenggara
pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan
dan tanggung jawab ada pada Presiden (concentration of power and responsibility
upon the President).
5.
Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR
Presiden harus bekerja sama dengan
DPR tetapi Presiden tidak bertanggun jawab kepada DPR,artinya kedudukan
Presiden tidak tergantung dari DPR.
Presiden harus mendapat persetujuan
dari DPR untuk membentuk UU serta menetapkan APBN.
Presiden tidak dapat membubarkan
DPR dan DPRpun tidak dapat menjatuhkan presiden.
6.
Menteri Negara adalah pembantu
Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak tergantung
pada DPR tetapi pada Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri
merupakan wewenang sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2).
Menteri bertanggung jawab kepada
Presiden.
Dengan petunjuk dan persetujuan
Presiden, menteri-menterilah yang sebenarnya menjalankan pemerintahan di
bidangnya masing-masing.
7.
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas
Kepala negara bukanlah dikatator
karena ia harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
E.
HUBUNGAN
ANTARA NEGARA DAN KONSTITUSI
Berhubungan sangat erat, konstitusi
lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat
norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD
(Konstitusi) Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45
tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga
melaksanakan dasar Negara.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Negara
merupakan suatu organisasi diantara sekelompok atau beberapa kelompok
manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu
dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
2.
Konstitusi
diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok yang menopang
berdirinya suatu Negara.
3.
Antara
negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena melaksanakan
konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
4.
Pancasila
sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan
Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai
konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia
B.
SARAN
1.
Diharapkan
masyarakat mengetahui tentang Negara dan Konstitusi di negara kita.
2.
Diharapkan
informasi ini dapat tersebar luas ke masyarakat agar terbentuk jiwa nasionalisme
sebagai tonggak kemajuan Negara
Daftar
Pustaka
Ubaidillah,
A., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,
Jakarta: IAIN Press, 2000 h. 33-37, 48-55, 82-83, 85-87.
Budiarto,
Miriam, Dasar-dasar Ilmu politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Media, 1987
Diponolo,
GS., Ilmu Negara, Jilid 1, Jakarta :Balai Pustaka, 1975
Lubis,
M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung, Alumni, 1982
Ashiddiqie,
Jimly., Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di
Indonesia, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta 1994
Kaelan,
M.S., Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Membahas Proses Reformasi
Paradigm Reformasi Masyarakat Madani, paradigm, Yogyakarta, 1999