Friday, 4 February 2022

Kisah Inspiratif - ANAKKU TIDAK MAU JADI DOKTER

 Kisah Nyata Inspiratif

ANAKKU  TIDAK MAU JADI DOKTER

(Kisah nyata dr. Armanto Sidohutomo)

 

Dr. Armanto adalah anak pertama dari dr. Soendoko Sidohutomo Sp. PA. (pernah menjadi PUREK II UNAIR).

Keempat anakku berprofesi sebagai dokter. Istrinya juga dokter, yaitu Prof. dr. Roemwerdiniadi.


Cuplikan Kisahnya:


Teringat pembicaraan dengan putraku ke-2, *IAN (nama  putraku) kelas 2 SMA, 6 tahun yang lalu, saat rutin makan malam bersama:


IAN: "Bapak, maaf saya ijin, kalau boleh mau keluar dari SMA 5 setelah kenaikan kelas. 


BAPAK: (makanan di mulut langsung hambar, datar dan tawar, gak ketelan ...)

"Maksudmu ???


IAN : "Saya ingin sekolah di Madinah, saya ingin jadi Ustadz".


BAPAK : (Yang dimulut langsung ku telan ... minum buanyaak, sampek keselek):

"Kamu jadi Ustadz, siapa yang ngajak ??


IAN: "Gak ada, saya sendiri yang pengen. 


BAPAK: "Kamu gak pengen jadi dokter? Kan kamu pinter, lembut, baik budi bahasamu, ramah sama orang dan bisa banget melayani orang lain seperti Masmu. 


IAN: "Kan gak sama bapak. Seperti Bapak bilang, semua manusia spesifik dan Istimewa".


BAPAK: (wuih, mak jleb, omonganku dipakai meng-counter aku ... cerdas ! Tapi menjengkelkan)

"Kamu kalau jadi dokter akan sangat berguna dan bermanfaat, menyembuhkan banyak orang pastinya ".


IAN: "Dokter menyembuhkan badan, Ustadz menyembuhkan hati kan Bapak, Insya Allah bermanfaat. 


BAPAK: (Praaaaang, berkeping2 hatiku. Air mata mulai menetes, aku sedih banget anakku gak mau jadi dokter) 

"Sekolah di Arab itu sulit lho, bahasa, budaya beda dan puanasnyaaaaa luar biasa. 


IAN: "Bapak yang ngajarin, GAK ADA YANG GAK BISA KALAU NIAT MENGGELORA".


BAPAK: "Nanti kalau jadi Ustadz, penghasilanmu berapaaaa? Sedikit sekali !!! (Nada meninggi. Istri dan anakmu gimana membiayainya?"


IAN: "Bukannya Bapak yang mengajari hidup mandiri, se-CUKUPnya, Se-BUTUHnya, dan bahagia tidak ada korelasi dengan harta?"


BAPAK: (Aku nangis pelan) 

"Apalagi alasan Bapak supaya kamu jadi dokter ya IAN?"


IAN: "Ikhlaskan IAN jadi diri IAN sendiri ya pak, ini pilihan hidup IAN".


BAPAK: (Nangis...) 

"Bapak mau kamu tetap di SMA 5 sampai lulus. Perjanjiannya gini aja, baru sesudah lulus SMA dengan nilai baik, kamu berhak menentukan ke manapun kamu mau".

(Sudah punya pilihan lain, tapi berharap bisa merubah niat). 


IAN: (perlahan memeluk dan mencium pipiku sambil ikut menangis) 

"Asal Bapak ikhlas dengan pilihan IAN, Saya tetap sekolah SMA 5 dan lulus dengan baik, matur nuwun pangestunya".


Saat ini IAN baru pulang dari Madinah, besar, tegap, gagah, hafal 27 Juz, sudah beberapa kali jadi Imam di banyak masjid, mengisi Khutbah Jum'at, Taraweh, Buka Bersama dll, dan tiap kali aku melihat IAN jadi Imam, air mataku selalu tak terbendung.


IAN dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menyadarkanku akan kurangnya pengetahuan dan amalan agamaku, Allah mengutusnya untuk mengingatkanku. 


Saudaraku, terkadang sebagai orang tua kita menilai kesuksesan anak hanya dilihat dari faktor materi duniawi ...


Sebanyak apa GELAR berderet, sebanyak apa HARTA kita, sebesar apa RUMAH yang dimiliki, secanggih apa MOBIL yang kita punya...


Tapi kita lalai bahwa itu semua tidaklah akan dibawa mati ...


Seorang anak yang mau mendo'akan orang tuanya dengan ikhlas, berbakti kepada mereka, yang mengagungkan syiar² agamaNya, walaupun di dunia tidak memiliki apa², namun dia akan menjadi aset terbesar bagi orang tuanya kelak di akhirat kelak. 


 wal âkhiratu khayrun wa abqa (dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal). 


Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita bersama.

No comments: