20:26 | Posted by Gema Dakwah Penjelasan Resmi
PKS Atas Penolakan Kenaikan Harga BBM Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara
tegas telah menolak rencana kenaikan harga BBM Bersubsidi. Sikap tegas menolak
rencana kenaikan harga BBM Bersubsidi telah disampaikan Presiden Partai dalam
Pidato Pembukaan dan Penutupan pada Mukernas yang dilaksanakan di Medan,
tanggal 27 dan 29 Maret 2012. Dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR-RI) tanggal 30 Maret 2012, Fraksi PKS sebagai
representasi partai juga telah menyatakan dan menunjukkan sikapnya secara tegas
menolak rencana kenaikan harga BBM Bersubsidi. PKS menolak rencana kenaikan
harga BBM Bersubsidi berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan dampak fiskal,
ekonomi dan sosial-politik secara mendalam. PKS memandang bahwa kenaikan harga
BBM Bersubsidi untuk seluruh segmen masyarakat apalagi dengan angka yang sangat
tinggi sebesar 33% atau Rp1.500/liter tentunya akan meningkatkan beban
kehidupan sehari-hari rakyat. Kenaikan harga BBM Bersubsidi akan memberikan
dampak inflasi yang berlipat ganda (baik karena ekspektasi inflasi yang
terbentuk, inflasi first round saat kebijakan diambil maupun second round pasca
kebijakan) yang akan memberikan beban ekonomi yang semakin berat bagi rakyat,
terutama akibat melonjaknya biaya transportasi dan harga bahan-bahan pangan.
Melonjaknya inflasi, juga akan merusak perekonomian rakyat karena akan
mendorong naikknya cost of capital bagi dunia usaha, khususnya UMKM dalam
jangka menengah yang trennya saat ini sedang menurun. Kondisi ini tentunya akan
menambah jumlah penduduk miskin, karena menurunnya daya beli rakyat,
terpukulnya dunia usaha dan potensi munculnya pengangguran baru. Selain itu PKS
memandang kenaikan harga BBM Bersubsidi akan mendorong gejolak sosial dan
resistensi publik yang akan semakin besar kedepan yang menyebabkan instabilitas
keamanan nasional yang seharusnya bisa dihindari. Dengan demikian penolakan PKS
atas rencana kenaikan harga BBM Bersubsidi sepenuhnya karena pertimbangan
kebaikan dan kemaslahatan bagi rakyat, bangsa dan negara. PKS juga tidak setuju
dengan rumusan Pasal 7 ayat 6 (A) RUU APBN Perubahan 2012 dimana, pemerintah
bisa langsung menaikkan/menurunkan harga BBM Bersubsidi jika harga minyak
mentah mengalami deviasi rata-rata 15% dalam waktu 6 (enam) bulan. Dengan ayat
baru ini maka dalam beberapa bulan kedepan harga BBM Bersubsidi berpotensi
segera naik. Dalam perhitungan, jika bulan April harga rata-rata minyak mentah
mencapai 135 USD/barrel maka harga rata-rata minyak mentah selama 6 (enam)
bulan terakhir telah mencapai 120,79 USD, dan melampaui ambang batas atas
120,75 USD, yang berpotensi dinaikkannya harga BBM bersubsidi pada 1 Mei 2012.
Atau jika bulan April dan Mei harga rata-rata minyak mentah mencapai 124
USD/barrel maka harga rata-rata minyak mentah selama 6 (enam) bulan terakhir
akan mencapai 120,80 USD, dan melampaui ambang batas, yang berpotensi
dinaikkannya harga BBM bersubsidi pada 1 Juni 2012. Melihat tren harga
rata-rata minyak mentah selama tiga bulan terakhir terus meningkat, dimana pada
bulan Maret telah mencapai 128 USD/barrel, maka kenaikan harga BBM Bersubsidi
berpotensi segera terjadi. Padahal dengan mempertimbangkan dampak terhadap
perekonomian, kemaslahatan bagi rakyat, bangsa dan negara, serta kapasitas
fiskal, PKS berpandangan tahun ini harga BBM bersubsidi tidak perlu dinaikkan.
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yang mendalam terhadap postur Rancangan
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2012 yang telah
dilakukan, PKS menilai bahwa kenaikan harga BBM Bersubsidi juga bukan merupakan
solusi terbaik bagi persoalan fiskal dan APBN Perubahan Tahun 2012. Berikut
penjelasan lebih detailnya: Ruang anggaran subsidi dan dana cadangan risiko
energi sebesar Rp 225 trilliun yang telah ditetapkan sangat memungkinkan bagi
pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM Bersubsidi. Dalam anggaran subsidi
energi tersebut telah ditetapkan besaran Subsidi BBM, LPG, dan BBN sebesar
Rp137,4 triliiun; Subsidi listrik sebesar Rp65 trilliun; dan alokasi cadangan risiko
energi sebesar Rp23 trilliun. PKS berpandangan bahwa ketika harga BBM tidak
dinaikkan, maka anggaran subsidi BBM akan membutuhkan tambahan sekitar Rp54
triliun. Namun dengan tidak ada kenaikan harga BBM tahun ini, maka tentunya
tidak ada dana untuk kompensasi sebesar Rp30 triliun yang telah ditentukan
dalam APBNP 2012, sehingga kekurangan dana menjadi sebesar Rp24 triliun. Dan
kekurangan dana ini seharusnya akan dapat ditutup dengan alokasi cadangan
risiko energi sebesar Rp23 trilliun, sehingga kekurangannya hanya Rp1 triliun,
yang seharusnya dapat ditutup dengan pengaturan penyaluran BBM Bersubsidi agar
tepat sasaran. itu masih terdapat banyak alternatif lainnya untuk menutup
kekurangan dana sebesar Rp24 triliun (jika tidak menggunakan alokasi cadangan risiko
energi sebesar Rp23 trilliun) diantaranya dengan: Mempertahankan penerimaan
pajak tetap seperti target dalam APBN 2012. Penerimaan pajak dalam RAPBNP 2012
turun sebesar Rp20,83 triliun (dari rencana semula Rp1.032,57 triliun dalam
APBN tahun 2012 menjadi Rp1.011,73 triliun), seharusnya tidak terjadi mengingat
kondisi tax ratio yang masih potensial untuk bisa ditingkatkan. Hal ini juga
akan dapat dicapai dengan melakukan extra effort dalam rangka menghapus mafia
perpajakan, meningkatkan tax compliance khususnya wajib pajak KPP large tax
office dan KPP Khusus, serta menurunkan tingkat tax evasion melalui upaya
transfer pricing khususnya oleh perusahaan asing. Kepatuhan perusahaan untuk
membayar pajak secara benar harus terus ditingkatkan, saat ini baru sekitar 500
ribu perusahaan yang membayar pajak. Selain itu dengan struktur pendapatan
penduduk di Indonesia (BPS, 2010): 8,8 juta berpenghasilan diatas USD 14.000
pertahun dan 25 juta berpenghasilan USD 5.500 pertahun, maka seharusnya
penerimaan dari Wajib Pajak (WP) Pribadi juga bisa naik. Penerimaan pajak dari
sektor-sektor yang diindikasi masih under tax, seperti pertambangan dan
telekomunikasi masih potensial ditingkatkan. Dalam APBN-P 2012 akhirnya
penerimaan perpajakan telah disepakati menjadi Rp 1.016,2 triliun naik sebesar
Rp4,5 triliun dari rencana dalam RAPBN-P 2012 yang sebesar Rp1.011,7 triliun.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga masih potensial untuk ditingkatkan.
Penerimaan royalti dan bagi hasil migas dan pertambangan perlu dioptimalisasi
dengan mereview dan melakukan audit penentuan cost recovery, serta melakukan
audit kinerja pertambangan. Kementerian terkait juga perlu melakukan upaya
serius untuk mengolah minyak bagian pemerintah di kilang-kilang dalam negeri,
sehingga nilai tambah sektor migas dapat optimal bagi perekonomian domestik.
Dalam APBN-P 2012 akhirnya penerimaan PNBP telah disepakati menjadi Rp 341,1
triliun naik sebesar Rp9,2 triliun dari rencana dalam RAPBN-P 2012 yang sebesar
Rp 331,9 triliun. Potensi penghematan belanja barang dan pegawai masih sangat
besar. Potensi penghematan belanja barang tahun 2012 ini menurut Kementerian
Keuangan akan dapat mencapai Rp18 triliun. Jika penghematan belanja barang dan
pegawai dilakukan lebih progresif, diharapakan akan menghemat minimal Rp20
triliun. Dalam RAPBN-P tahun 2012 alokasi anggaran untuk belanja pegawai
direncanakan mencapai Rp212,24 triliun, yang hanya menurun Rp3,61 triliun atau
1,7 persen, sedangkan alokasi anggaran belanja barang direncanakan mencapai
Rp186,55 triliun, hanya menurun sebesar Rp1,44 triliun (0,8 persen) belum
signifikan. Belanja pegawai dan belanja barang ini masih jauh lebih besar dari
belanja modal. Belanja barang (termasuk jasa) selama ini masih banyak yang
tidak tepat dan bersifat pemborosan, termasuk biaya perjalanan dinas. Selain
itu dengan remunerasi birokrasi yang sudah berjalan, seharusnya juga terjadi
penghematan belanja pegawai melalui penggurangan honor-honor kegiatan birokrasi
yang tidak tepat. Memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) secara optimal. SAL
tahun 2011 mencapai Rp96,6 triliun yang merupakan penjumlahan dari SAL 2010
sebesar Rp57 triliun dan SILPA tahun 2011 sebesar Rp39,2 triliun. Dalam rencana
pemerintah SAL akan dipakai untuk menutup defisit dalam RAPBNP 2012 baru
sebesar Rp56,17 triliun. Dengan demikian masih ada sisa SAL 2011 yang belum
digunakan sebesar Rp40 triliun. Tentu saja SAL dapat dialokasikan untuk
cadangan fiskal tetapi mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya dimana
penyerapan anggaran tidak optimal maka cadangan fiskal tidak harus terlalu
besar, karena akan terdapat SILPA di tahun 2012. PKS memandang, jika
kementrian-kementrian terkait dapat menyelesaikan instrumen-instrumen
pengaturan dan berbagai kebijakan terkait tatakelola energi nasional maka
pembengkakan subsidi energi akan dapat dihindari dan penghematannya juga akan
besar. Pembengkakan subsidi energi selama ini terjadi diantaranya karena:
Ketidaksungguhan kementerian terkait dalam menyiapkan sistem dan infrastruktur
pengaturan BBM Bersubsidi berdasarkan roadmap yang telah disepakati.
Berdasarkan laporan BPH Migas tahun 2011 terjadi penyimpangan penyaluran BBM
bersubsidi sebesar Rp 7,01 triliun per tahun. Adanya temuan BPK tahun 2011
terkait inefisiensi di tubuh PLN sebesar Rp 19,7 triliun akibat tidak adanya pasokan
gas untuk pembangkit PLTG PLN, sehingga PLN harus menggunakan BBM. Mundurnya
commercial operation date (COD) PLTU 10.000 MW Tahap I yang mengakibatkan
meningkatnya penggunaan BBM, sehingga Kementerian ESDM mengajukan tambahan
biaya pembangkitan sebesar Rp26 triliun. Perkembangan subsidi listrik yang
meningkat secara tajam, juga disebabkan karena diperluasnya jumlah penerima
subsidi sehingga semua golongan dan tarif mendapatkan subsidi. Skema seperti
ini mengakibatkan sasaran program subsidi listrik menjadi tidak tepat, karena
pelanggan baik dari golongan rumah tangga, bisnis, dan industri yang memiliki
kapasitas daya terpasang sangat besar, memperoleh subsidi yang seharusnya
diperuntukkan bagi golongan tidak mampu (berkapasitas daya kecil seperti pelanggan
450 VA dan 900 VA). Jumlah pelanggan diatas 6600 VA memang tidak terlalu
banyak, namun dilihat dari pemakaiannya yang sangat besar, maka besaran subsidi
yang dikeluarkan justru banyak diserap pelanggan bisnis dan Industri besar
tersebut. Ini kesalahan serius dalam pengaturan subsidi listrik yang perlu
dirombak. Kenaikan harga BBM Bersubsidi secara merata, dengan tidak disertai
kebijakan “pemilahan” sekaligus “pemihakan” (discriminative and affirmative
policy) tidak akan mendorong perbaikan arah kebijakan subsidi agar semakin
tepat sasaran dan juga pengembangan energy mix dan diversifikasi energi yang
semakin sehat dalam jangka menengah, terutama untuk transportasi. PKS memandang
bahwa terdapat kegagalan perencanaan anggaran dan pengelolaan korporasi PLN yang
terlihat dalam pembengkakan pengajuan tambahan subsidi listrik. Dalam Nota
keuangan RAPBN 2012 pemerintah mengajukan kenaikan sebesar Rp48,05 triliun
(dari Rp45 triliun menjadi Rp93,05 triliun) atau meningkat sebesar 107%. Usulan
tersebut kemudian dikoreksi oleh kesepakatan rapat kerja (raker) komisi VII
bersama dengan kementerian terkait menjadi Rp64,5 trilliun. Permasalahan
kemudian timbul setelah dilakukan perhitungan ulang oleh PLN, ternyata tidak
mencukupi untuk menutup biaya operasional dan kewajiban PT PLN, dampaknya Debt
Service Coverage Ratio (DSCR) PT PLN menjadi 34%. Sehingga pemerintah
mengajukan ulang anggaran subsidi PT PLN sebesar Rp91 trilliun, yang kemudian
ditolak oleh Rapat Konsultasi pimpinan DPR. PKS memandang bahwa tambahan subsidi
listrik tersebut disebabkan karena tidak terealisasinya program-program PT PLN
secara baik, kegagalan memenuhi target percepatan pembangkit listrik 10.000 MW
dan kegagalan menjalankan kebijakan fuel mix sehingga menyebabkan terjadinya
inefisiensi di tubuh PT PLN dan membebani keuangan korporasi. PKS menilai
pemerintah perlu segera membenahi secara total dan serius manajemen pengelolaan
PT PLN. Selain itu perlu dilakukan audit kinerja lanjutan oleh BPK untuk
mengevaluasi kinerja PT PLN terkait program percepatan pembangkit listrik
10.000 MW sampai dengan sekarang. Sehingga kesalahan korporasi PLN yang terjadi
tidak membebani keuangan negara dan merugikan rakyat. PKS telah berusaha dengan
sebaik-baiknya memberikan kontribusi dalam pembahasan APBNP 2012 yang sebelumnya
terancam deadlock. Dari hasil pembahasan yang telah diperjuangankan oleh PKS
bersama kekuatan politik yang lain secara umum saat ini kita memiliki postur
APBNP 2012 yang semakin baik dibandingkan dengan usulan dalam RAPBNP 2012
sebelumnya. Selain itu hak-hak rakyat rakyat miskin akhirnya juga mendapat
alokasi yang lebih baik dengan berbagai skema subsidi yang ditetapkan. Dengan
berbagai kesepakatan dalam UU APBNP 2012, juga telah memberikan tekanan kepada
pemerintah untuk lebih bekerja keras, agar tidak membebankan kegagalan
birokrasi dan korporasi (PLN, dll) kepada rakyat. PKS juga berharap akan muncul
kesadaran baru bahwa dinamika politik karena “pertarungan ide dan gagasan”
untuk kemaslahatan bagi rakyat, bangsa dan negara, tidak harus dimaknai dengan
“permusuhan”, tetapi untuk lebih mendewasakan demokrasi dan penajaman mutu
kebijakan pemerintah. PKS mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk kembali
menjalankan tugas masing-masing untuk berkarya, dan juga secara bersama ikut
serta mengawasi jalannya pemerintahan dan pengelolaan negara (baik eksekutif,
legislatif, yudikatif, dan moneter) agar semakin baik, demi kejayaan bangsa dan
negara. Demikian penjelasan terkait dengan penolakan PKS atas rencana kenaikan
harga BBM Bersubsidi, dengan berbagai pertimbangan yang mendalam untuk kebaikan
dan kemaslahatan bagi rakyat, bangsa dan negara.
Sumber : http://gemadakwah.blogspot.com/2012/04/penjelasan-resmi-pks-atas-penolakan.html
Sumber : http://gemadakwah.blogspot.com/2012/04/penjelasan-resmi-pks-atas-penolakan.html
No comments:
Post a Comment