Tuesday, 11 April 2017

SOSIOLOGI PENGARANG



SOSIOLOGI PENGARANG
Syafianti (14310026)
Wandi Tosan (14310028)

A. Pendahuluan
Keberadaan karya sastra tidak terlepas dari adanya hubungan timbal balik antara pengarang, masyarakat, dan pembaca. Sosiologi pengarang berhubungan dengan profesi pengarang dan institusi sastra. Sosiologi pengarang ini adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengarangnya menjadi kunci utama dalam memahami relasi sosial karya sastra dengan masyarakat, tempat pengarang bermasyarakat. Berangkat dari itu, analisis terhadap aspek sosial dalam karya sastra dilakukan dalam rangka untuk memahami dan memaknai hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat di luarnya.   
Dengan menelaah atau mengkaji sebuah karya sastra kita tidak akan terlepas baik dari tiga aspek berikut ini ialah sosiolagi karya sastra, sosiolagi pengarang, dan sosiologi pembaca. Pada pembahasan makalah singkat ini kami akan mengkaji lebih dalam tentang sosiolagi pengarang, apa saja yang akan dibahas dam sosiologi pengarang itu , selanjutmya akan diterangka secara mendalam pada point pembahasan mulai dari pengertian sampai hubungan kauslitas pengarang.
B. Sosiologi pengarang
Sosiologi pengarang dapat dimaknai sebagai salah satu kajian sosiologi sastra yang memfokuskan perhaatian pada pengarang sebagai penciptaan karya sastra. Dalam sosologi pengarang, pengarang sebagai ciptaan karya sastra dianggap merupakan makhluk sosial yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat, ideolog yang di anutnya, posisinya dalam masyarakat,juga hubungannya dengan pembaca.
Dalam penciptaan karya sastra, campur tangan penulis sangat menentukan. Realitas yang digambarkan dalam karya sastra ditentukan oleh pikiran penulisnya. Realitas yang digambarkan dalam karya sastra sering kali bukanlah realitas apa adanya, tetapi realitas seperti yang diedialkan pengarang. Dalam penelitian Junus mengenai novel-novel Indonesia, seperti Belenggu dan Telegram, ditemukan bahwa kedua novel tersebut telah mencampuradukkan antara imajinasi dengan realitas. Oleh karena itu,pemahaman terhadap karya sastra melalui sosiologi pengarang membutuhkan data dan interpretasi sejumlah hal yang berhubungan dengan pengarang.
C. Wilayah kajian sosiologi pengarang
1. Status sosial pengarang
Status sosial sering kali disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Status dengan status sosial sering diartikan sendiri-sendiri. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Status sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain dalam arti lingkungan. Namun supaya mudah, Soerjono Soekanto menganggap keduanya memiliki arti yang sama yaitu status saja. Status pada dasarnya golongkan menjadi dua hal, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status. Ascribed status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran,misalnya anak seorang bangsawan maka sampai besar ia akan dianggap bangsawan pula. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup,misalnya masyarakat feodal atau masyarakat dimana sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial. Namun tidak hanya pada sistem masyarakat tertutup saja, pada masyarakat dengan sistem sosial terbuka juga ada. Misalnya, kedudukan laki-laki pada suatu keluarga, kedudukannya berbeda dengan kedudukan istri dan anak-anaknya.
Achieved status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang dengan cara diperjuangkan, dan usaha usaha yang disengaja oleh individu itu sendiri. Kedudukan ini bersifat terbuka untuk siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar, serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, untuk menjadi seorang anggota legislatif dibutuhkan syarat-syarat tertentu. Apabila ada seseorang yang ingin menjadi anggota legislatif maka ia harus memenuhi syarat tersebut. Jika terpilih nantinya maka kedudukanya dalam masyarakat akan berubah.
Assigned status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang karena pemberian sebagai penghargaan jasa dari kelompok tertentu. Biasanya orang yang telah diberikan status tersebut memiliki jasa karena memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Contohnya, pemberian nobel kepada orang yang berhasil memperjuangkan kepentingan masyarakat.
2. Ideologi sosial pengarang
Ideologi memiliki pengertian sebagai himpunan dari nilai, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian atau problem yang mereka hadapi. Dalam kaitannya dengan kajian sastra, pengertian ideologi ini seringkali disamakan dengan pandangan dunia (wold vieuw) yaitu kompleks yang menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota suatu kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan kelompok sosial lainya. Karena ideologi ini dimiliki oleh suatu kelompok sosial, maka sering disebut juga sebagai ideologi sosial. Sedangkan masyarakat sendiri adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi, memiliki adat istiadat, norma norma, hukum, serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku, terjadi kontinuisi dalam waktu, dan di ikat dengan rasa identitas yang kuat mengikat warganya.

3. Latar belakang sosial budaya pengarang
Latar belakang sosial budaya pengarang adalah masyarakat dan kondisi sosial budaya dari mana pengarang dilahirkan, tinggal, dan berkarya. Latar belakang tersebut, secara langsung maupun tidak langsung akan memiliki hubungan dengan karya sastra yang dihasilkannya. Sebagai manusia dan makhuk sosial, pengarang akan dibentuk oleh masyarakatnya. Dia akan belajar dari apa yang ada di sekitarnya.
Hubungan antara sastrawan, latar belakang sosial budaya, dan karya sastra yang ditulisnya misalnya tampak pada karya-karya Umar Kayam, seperti Para Priyayi dan Jalan Menikung. Umar Kayam, sebagai sastrawan yang berasal dari masyarakat dan budaya Jawa priyayi, mengekspresikan kejawaanya dalam karya-karyanya tersebut. Dalam novel tersebut digambarkan bagaimana para tokoh yang hidup dalam masyarakat dengan konteks budaya Jawa menghayati dirinya sebagai manusia yang tidak terlepas dari persoalan stratifikasi sosial masyarakat Jawa yang mengenai golongan priyayi dan wong cilik, yang berpengaruh dalam tata sosial dan pergaulan dalam masyarakat. Di samping itu juga bebet, bobot, bibit dalam hubungannya dengan kasus perkawinan.

4. Posisi sosial pengarang dalam masyarakat
Posisi dan kedudukan sastrawan yang cukup penting dalam masyarakat, di samping memiliki pengaruh terhadap isi karya sastranya, juga memiliki pengaruh terhadap keberterimaan karya-karya yang dihasilkannya bagi masyarakat, karena Karya karya sastra itulah yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat cermatnya. Pandangan sosial sastrawan harus dipertimbangkan apabila sastra akan dinilai sebagai cerminan masyarakat.

5. Masyarakat pembaca yang dituju
Sebagai anggota masyarakat, dalam menulis karya sastranya sastrawan tidak dapat mengabaikan masyarakat pembaca yang dituju. Agar karyanya dapat diterima masyarakat, maka sastrawan harus mempertimbangkan isi dan bahasa yang dipakai. Memang dalam berkarya sastrawan tidak tergantung sepenuhnya atau menuruti secara pasif selera pelindung (patron) atau publiknya, tetapi ada kemngkinan justru sastrawanlah yang menciptakan publiknya (Wellek dan Warren, 1994). Sering kali, bahkan seorang pengarang telah menentukan siapakah calon pembaca yang dituju. Novel Para Priyayi ditulis Umar Kayam untuk ditujukan kepada pembaca yang sedikit banyak memiliki bekal pengetahuan budaya Jawa karena dalam novel tersebut cukup banyak ditemukan ungkapan, kosa kata, dan butir-butir budaya Jawa yang melekat pada tokoh-tokoh dan latar masyarakat yang digambarkannya. Demikian juga, novel Kitab Omong Kosong karya Sena Gumira Ajidarma ditulis untuk masyarakat yang sedikit banyak memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan wayang, khususnya Ramayana karena di dalamnya ada kerangka cerita dan tokoh-tokoh wayang.
6. Dasar ekonomi produksi sastra dan Profesionalisme dalam kepengarangan
Tidak semua sastrawan bermata pencaharian dari aktivitas menulis semata- mata. Beberapa kasus di Indonesia, seorang sastrawan memiliki kerja rangkap. Sena Gumira Ajidarma, misalnya di samping sastrawan juga seorang dosen di Institut Kesenian Jakarta dan Universitas Indonesia, Goenawan Mohamad, di samping sastrawan juga seorang jurnalis (Pemred Majalah Tempo); Budi Darma, di samping seorang sastrawan, juga seorang Guru Besar Sastra Inggris di Universitas Negri Surabaya; Sapardi Djoko Damono, di samping seorang kritikus dan penyair, juga seorang Guru Besar Sastra di Universitas Indonesia. Di samping merekan masih dapat ditambah beberapa nama sastrawan yang memiliki pekerjaan rangkap.
Sebagai orang yang memiliki pekerjaan rangkap, maka sudah pasti mereka mendapatkan penghasilan bukan semata-mata dari profesinya sebagai sastrawan. Bahkan boleh jadi, penghasilan utamanya bukanlah dari profesinya sebagai sastrawan, tetapi dari pekerjaan lainnya.
Pekerjaan rangkap bagi seorang sastrawan menyebabkan masalah profesionalisme dalam kepengarangan. Sejauh mana seorang sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi. Apakah dia menganggap pekerjaannya sebagai sastrawan sebagai profesinya utamanya, ataukah sebagai profesi sambilan. Dalam hal ini perlu dilakukan kajian secara empiris terhadap sejumlah sastrawan Indonesia. Di samping itu, pekerjaan rangkap yang dipilih seorang sastrawan juga memiliki pengaruh terhadap karya sastra yang diciptakannya, seperti sudah diuraikan dalam masalah status dan kedudukan pengarang dalam masyarakat. Karena wilayah kajian sosiologi pengarang cukup luas, maka untuk menerapkan kajian sosiologi pengarang, diawali menentukan masalah yang akan dikaji. 
Data primer maupun sekunder dapat dikumpulkan untuk kajian sosiologi pengarang. Untuk pengarang yang masih hidup dan mungkin terjangkau, data primer dapat diperoleh. Namun, untuk pengarang yang sudah menginggal, atau dari masa lampau, data tersebut tidak dapat diperoleh, sehingga cukup data sekunder. Analisis data yang telah dikumpulkan. Interpretasikan keterkaitan antara data mengenai pengarang dengan karya sastranya.
D. Hubungan kausalitas antara pengarang dan karya sastra
Kualitas sebuah karya sastra tidak terlepas dari pengarang karya sastra tersebut.  Ditunjang dengan intelektual pengarang ataupun faktor lain, seperti kehidupan sosial ataupun pengalaman hidup pengarang sendiri. Keduanya telah menjadi satu kesatuan yang tidak bias terpisahkan, karena bagus atau tidaknya sebuah karya satra tergantung dari pengarang bagaimana menempatkan karya sastra itu sendiri.  Oleh karena itu, pengarang adalah bagian utama terciptanya sebuah karya sastra, dan karya sastra sendiri merupakan alat atau sarana yang digunakan oleh pengarang untuk menuangkan ekspresi jiwa, ideologi ideologi, nilai nilai sosial, sarana aspirasi aspirasi  rakyat, ataupun yang lainnya. Karya sastra yang berhasil di ciptakan oleh pengarang inilah yang kemudian menjadi media yang digunakan dalam menyampaikan maksut dan tujuan pengarang kepada masyarakat umum.
E. Hubungan kausalitas antara sosiologi pengarang dan pembaca dan atau masyarakat

Pengarang menciptakan karya sastra berdasarkan kenyataan yang terjadi di sekitarnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat di artikan sebagai suatu karya sastra sebagai suatu gambaran mengenai kehidupan sehari hari di masyarakat. Adanya realitas sosial dan lingkungan yang berada di sekitar pengarang menjadi bahan dalam menciptakan karya ssastra sehingga karya sastra yang di hasilkan memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan pengarang maupun dengan masyarakat yang ada di sekitar pengarang.
Sastra juga sebagai cermin masyarakat, berkaitan dengan sampai sejauh mana sasstra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat. Konsep cermin disini maksutnya suatu kabar karena massyarakat masyarakat yang sebenarnya tidak sama dengan masyarakat yang digambarkan dalam sastra karena adanya intervensi pandangan dunia pengarang. Bukan berarti kenyataan dalam karya sastra sama dengan kenyataan dalam masyarakat. Dengan demikian, sastra sebagai cerminan masyarakat berarti sastra yang merevleksivitaskan masyarakat atau merepresentasikan semangat zamannya.
F. Hubungan kausalitas antara pengarang dengan penerbit
Menurut escarpit (2005:74 ) penerbit memiliki memiliki tiga pekerjaan yaitu : memilih, membuat (fabriquer), dan membagikan buku. Ketiganya memiliki keterkaitan yang sangat mempengaruhi satu sama lain, serta membentuk suatu siklus yang merupakan keseluruhan kegiatan penerbitan. Ketiganya mencakup bidang pelayanan terpenting untuk suatu penerbit : komite sastra, kantor penerbitan, dan bagian komersial.
Penerbitan memiliki fungsi yang amat vital bagi keberadaan sebuah karya sastra, karena dialah yang mengatur suatu karya individual kedalam kehidupan kolektif. Dalam kehidupan modern, penerbit ibarat bidan yang mampu melahirkan para penulis karena karyanya dicetak, diterbitkan, dan disebarluaskan kepada masyarakat. Namun, sebelum suatu karya sastra sampai ke tangan pembaca, penerbit harus menjalankan beberapa kegiatan, mulai dari memilih naskah, disusul dengan mencetak dan menerbitkannya.
Menurut janus (1988:11) penerbit menggantikan fungsi patron atau pelindung. Tetapi dengan tujuan keuntungan. Hubungan antara penerbit dengan penulis tetap terjalin selama mereka masih terikat oleh kontrak. Apabila system royaliti yang dipilih, dan bukan system beli putus, maka secara berkala penerbit akan melaporkan hasil penjualan buku kepada penulis dan membagi royalitinya.
G. Kesimpulan
a. 
Seperti yang telah dipaparkan dalam penjelasan di atas bahwa sosiologi pengarang ialah mengkaji posisi pengarang dalam kehidupannya di masyarakat mulai dari status, ideologi, latar belakang, masyarakat yang dituju, mata pencaharian, serta profesionalisme dalam kepengarangannya. Selanjutnya bagaimana kausalitas hubungan antara pengarang dengan karya sastra, pengarang dengan pembaca, dan pengarang dengan penerbit, oleh sebab itu sangat lah dianjurkan  ketika menganalisis sebuah karya sastra kita pasti tidak terlepas dengan sosiologi pengarang atau kondisi sosialnya pengarang sehingga sosiologi pengarang bisa menjadi suatu pembahasan utama dalam sebuah kajian sastra.
Hubungan antara pengarang dan karya sastra sangat berpengaruh satu sama lain, karena suatu karya sastra tercipta dari pemikiran dan ruang imajinassi sorang pengarang. Seorang pengarang mengekspresikan keadaan atau suasana hatinya kedalam sebuah karya sastra yang berkualitas.

H. Daftar pustaka
Wiyatmi, 2013, Sosiologi Sastra, Yogyakarta: Kanwa Publisher.
Kurniawan, Heru, 2012, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiolagi Sastra, Yogyakarta: Graha Ilmu cetakan pertama.
nyoman kutha Ratna, 2013, Paradigma Sosiologi Sastra, Yogyakarta: Pustaka Peajar.
Jabrohim, 2012, Teori Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

No comments: