Sang mentari
mulai bersinar di ufuk timur, aku duduk di depan rumah sambil membaca buku
tentang fikih islam dengan di temani satu gelas teh hangat di ata meja yang
berwarna cokelat ditambah suara burung berkicau ramai diatas pohon depan
rumahku, semua itu membuat suasana pagi yang dingin menjadi terasa sejuk dan
serasi penuh dengan irama yang bernada. Terhalang pagar depan rumahku seorang
lelaki berpakaian putih dan berpeci hitam sambil membawa tasbih berwarna
cokelat muda di tangannya, kemudian orang itu menghampiriku dan mengucapkan “
Assalamu alaikum “, “wa alaikum salam” jawabku dengan penuh penasaran.
“apakah ini
betul rumahnya saudara Harun”, orang itu bertanya lagi sambil menatap ke arah
ku.
“ya betul ini
rumahnya, ada yang bisa saya bantu?” saya menjawab dengan penuh penasaran lagi
dan kaget karena nama saya disebut.
“apakah saudara
Harunnya ada” dia bertanya lagi.
“ dengan saya
sendiri” saya jawab sambil saya meletakan buku bacaanku di atas meja yang
berwarna cokelat itu.
Saya semakin
kaget lagi dan penasaran ada apa orang ini mencari saya, perasaan saya belum
pernah bertemu sebelumnya dan sepertinya ada sesuatu yang sangat penting yag
harus orang itu sampaikan kepadaku.
“ayo pak
silahkan masuk” ucap saya sambil mengajak orang itu masuk kerumahku yang
kebetulan orang tua saya lagi gak ada di rumah.
“ oh iya
terimakasih” sambil berjalan masuk kerumahku.
Setelah itu saya
mempersilahkan orang itu duduk di kursi rung tamu dan saya langsung pegi ke
dapur untuk mengambil satu gelas air dan sedikit makanan yang tersedia di dalam
kulkas. Ketika di dapur saya mengingat-ingat kembali siapa sebenarnya orang ini
karena penampilannya parsis seorang ustad yang sudah menguasai ilmu agama,
terus saya inget-inget lagi dan perasaan saya pernah bertemu beliau, kalau
tidah salah beliau adalah ustad hasan yang mempunyai pondok pesantren
Al-Hidayah di kampung seberang dan beliau pernah mengatakan kepada saya “kalau
ada waktu nanti saya minta saudara mengisi pengajian anak-anak di pondok saya”,
kebetulan waktu itu saya baru selesai mengajar anak-anak tentang keagamaan di
kampung seberang.
“Sialahkan
diminum pak” sambil saya menyodorkan satu gelas air dan sedikit makanan yang
sudah saya hidangkan di meja ruang tamu.
“Ya terimakasih,
padahal gak usah repot-repot”
“gak pak biasa
aja, ngomong-ngomong ada yang bisa saya bantu”
“ ya maaf
sebelumnya saya sudah mengganggu istirahat saudara Harun, begini dulu saya
pernah ngomong ke saudara Harun kalau bisa nanti mengisi pengajian di pondok
saya, apakah saudara harun masih inget”
“oh iya masih
inget, bapak itu ustad Hasan bukan”
“ ya betul saya
ustad Hasan”
“Astagfirullah
ya Allah ko bisa saya lupa, maaf ya pak saya baru ingat”
“kalau ada waktu
bisakah saudara Harun mengajar di pondok saya, kebetulan di sana kekurangan
tenaga pengajar, apakah saudara berkenan?”
“wah dengan
senang hati pak Ustad, tapi apa saya pantas mengajar di pondok pak ustad? Ilmu
saya masih sedikit”.
“saudara Harun
gak usah ngomong gitu, ingat sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
orang lain, begitu pun halnya dengan ilmu”.
“ya pak ustad
terimakasih sudah mengingatkan, kapan saya bisa mulai mengajar di pondok
pesantren bapak?”
Dengan penuh
semangat saya insya Allah siap untuk mengamalkan ilmu yang pernah saya pelajari
walaupun itu sedikit dan saya akan selalu ingat kata-kata pak ustad tadi
“sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lainnya” maka
dari itu saya siap.
“kalau bisa
mulai besok” dengan penuh harap
“insya Allah”
dengan penuh keyakinan saya bisa
“kalau begitu
saya mau pamit pulang karena ada pengajian yang harus saya isi di pondok, saya
tunggu kehadiran saudara Harun” sambil berdiri pak ustad pamit dari rumah saya.
“ ya pak ustad,
terimakasih telah berkunjung kerumah saya” dengan penuh kesenangan
“assalamu alaikum”
“Wa alaikum
salam”
Dengan pamitnya
ustad hasan saya harus segera mempersiapkan perlengkapan buat ngajar di pondok
beliau, mulai saat ini saya harus bersungguh-sungguh demi mencapai kehidupan
yang cerah baik di dunia maupu di akherat kelak.
Ke esokan
harinya saya datang ke pondok Al-Hikmah dan langsung menemui ustad Hasan,
disana saya di ajak jalan-jalan keliling sekitar pondok dan saya di beri tahu
semua seluk beluk sejarah pondok itu sekaligus di paparkan visi dan misi pondok
tersebut, dengan semua yang dipaparkan ustad Hasan kepada saya, saya semakin
bersemangat untuk mengajar di pondok tersebut.
Ini adalah awal
kali saya akan terjun kedunia pendidikan islam yang dimana di pondok ini saya
punya amanat untuk mengajar ilmu agama yang sudah saya pelajari kepada para
santri yang begitu banyak dan bersemangat yang membuat saya tambah semangat.
Disana saya mengajar ilmu fikih dan langsung mempraktekan supaya para santri
lebih faham dan tidak bertanya lagi. kendala saya ketika mengajar itu kadang saya
suka agak gugup karena mungkin saya masih baru dan dalam proses untuk menjadi
seorang pengajar yang hebat dan yang sebenarnya saya di pondok ini bukan ngajar
tapi hanya sekedar berbagi ilmu yang sudah saya dapat, kalaupun di sebut
seorang guru saya belum pantas karena terbatasnya ilmu yang saya miliki.
Tidak terasa sudah tiga bulan saya nengajar di pondok
pesantren Al-Hikmah, saya semakin percaya diri ketika mengajar di kelas karena
sudah terbiasa, ketika saya usai mengajar para santri pada sore hari ada salah
satu anak santri yang menghanpiri saya.
“assalamu alaikum ustad harun, saya mau bertanya”
sambil bersalaman kepada saya
Saya sempat kaget karena ada yang manggil saya ustad
padahal saya bukan ustad, tapi tidak apa-apa lah mudah-mudahan menjadi do’a buat
saya.aamiin.
“ wa alaikum salam, ya silahkan nak, mau bartanya
tentang apa?” dengan lembutnya saya menjawab
“saya mau bertanya tentang shalat, bagaimana hukumnya
jika di dalam satu masjid ada dua kelompok yang berjama’ah dan imamnya juga
dua” anak itu bertanya dengan penuh penasaran
Anak itu bertanya bagaimana jika ada yang shalat
berjama’ah di masjid dua imam, sebenarnya kalau saya jawab secara detail sangat
beragam jawabannya dan anak itu tidak akan mengerti sebelum dia tahu bagiamana
dulu kondisi di masjidnya. Pertanyaan anak ini parnah saya tanyakan juga dulu
kepada guru saya dan jawabannya tidak boleh ada dua imam dalam satu masjid,
begitulah kira-kira yang akan saya jawab.
“hukumnya tidak boleh, tapi tidak semua tidak boleh
kita lihat dulu kondisi masjidnya apakah besar atau kecil dan apakah bertingkat
atau tidak, begitu nak faham sekarang” saya menjawab dengan keyakinan yang saya
miliki dan saya saksikan
“oh begitu ya ustad, terimakasih” dengan muka yang
agak masih penasaran
“kenapa kamu bertanya hal itu nak” saya Tanya balik
“kemarin di masjid ada dua jama’ah yang barsamaan
sehingga timbulah keingintahuan saya untuk bertanya” anak itu menjelaskan
kejadian yang dia lihat pada waktu kemarin
“oh begitu ceritanya, bagus nak, kalau ada apa-apa
tanyakan aja ya jangan sungkan” smbil saya memegang pundak anak itu
“ ya pak ustad, saya pamit dulu assalamu alaikum” anak
itu pamit dan langsung pulang
“ ya hati-hati wa alaikum salam” saya jawab dengan
halus dan penuh bangga
Ternyata ada juga anak santri yang begitu sangat
telitinya sehingga dia menanyakan hal yang menurut dia gak biasanya terjadi,
saya do’akan semoga anak yang nanya kepada saya tadi menjadi seorang ulama yang
hebat dan luar biasa serta menjadi tokoh dunia islam. Aamiin.
Dengan keadaan yang begitu baragam di lingkungan kita
maka kita harus bisa menyasuaikan diri dan harus bisa menguasai keadaan
masyarakat yang ada di sekitar kita dan kita harus bersikap baik juga.
Sekian dan terimakasih
Karya :
Wandi Tosan
Jururan:
Bahasa dan Sastra Arab
Fakultas:
Humaniora
UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang
No comments:
Post a Comment