Wednesday, 22 October 2014

cerpen Ilmu Bermanfaat

Sang mentari mulai bersinar di ufuk timur, aku duduk di depan rumah sambil membaca buku tentang fikih islam dengan di temani satu gelas teh hangat di ata meja yang berwarna cokelat ditambah suara burung berkicau ramai diatas pohon depan rumahku, semua itu membuat suasana pagi yang dingin menjadi terasa sejuk dan serasi penuh dengan irama yang bernada. Terhalang pagar depan rumahku seorang lelaki berpakaian putih dan berpeci hitam sambil membawa tasbih berwarna cokelat muda di tangannya, kemudian orang itu menghampiriku dan mengucapkan “ Assalamu alaikum “, “wa alaikum salam” jawabku dengan penuh penasaran.
“apakah ini betul rumahnya saudara Harun”, orang itu bertanya lagi sambil menatap ke arah ku.
“ya betul ini rumahnya, ada yang bisa saya bantu?” saya menjawab dengan penuh penasaran lagi dan kaget karena nama saya disebut.
“apakah saudara Harunnya ada” dia bertanya lagi.
“ dengan saya sendiri” saya jawab sambil saya meletakan buku bacaanku di atas meja yang berwarna cokelat itu.
Saya semakin kaget lagi dan penasaran ada apa orang ini mencari saya, perasaan saya belum pernah bertemu sebelumnya dan sepertinya ada sesuatu yang sangat penting yag harus orang itu sampaikan kepadaku.
“ayo pak silahkan masuk” ucap saya sambil mengajak orang itu masuk kerumahku yang kebetulan orang tua saya lagi gak ada di rumah.
“ oh iya terimakasih” sambil berjalan masuk kerumahku.
Setelah itu saya mempersilahkan orang itu duduk di kursi rung tamu dan saya langsung pegi ke dapur untuk mengambil satu gelas air dan sedikit makanan yang tersedia di dalam kulkas. Ketika di dapur saya mengingat-ingat kembali siapa sebenarnya orang ini karena penampilannya parsis seorang ustad yang sudah menguasai ilmu agama, terus saya inget-inget lagi dan perasaan saya pernah bertemu beliau, kalau tidah salah beliau adalah ustad hasan yang mempunyai pondok pesantren Al-Hidayah di kampung seberang dan beliau pernah mengatakan kepada saya “kalau ada waktu nanti saya minta saudara mengisi pengajian anak-anak di pondok saya”, kebetulan waktu itu saya baru selesai mengajar anak-anak tentang keagamaan di kampung seberang.
“Sialahkan diminum pak” sambil saya menyodorkan satu gelas air dan sedikit makanan yang sudah saya hidangkan di meja ruang tamu.
“Ya terimakasih, padahal gak usah repot-repot”
“gak pak biasa aja, ngomong-ngomong ada yang bisa saya bantu”
“ ya maaf sebelumnya saya sudah mengganggu istirahat saudara Harun, begini dulu saya pernah ngomong ke saudara Harun kalau bisa nanti mengisi pengajian di pondok saya, apakah saudara harun masih inget”
“oh iya masih inget, bapak itu ustad Hasan bukan”
“ ya betul saya ustad Hasan”
“Astagfirullah ya Allah ko bisa saya lupa, maaf ya pak saya baru ingat”
“kalau ada waktu bisakah saudara Harun mengajar di pondok saya, kebetulan di sana kekurangan tenaga pengajar, apakah saudara berkenan?”
“wah dengan senang hati pak Ustad, tapi apa saya pantas mengajar di pondok pak ustad? Ilmu saya masih sedikit”.
“saudara Harun gak usah ngomong gitu, ingat sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, begitu pun halnya dengan ilmu”.
“ya pak ustad terimakasih sudah mengingatkan, kapan saya bisa mulai mengajar di pondok pesantren bapak?”
Dengan penuh semangat saya insya Allah siap untuk mengamalkan ilmu yang pernah saya pelajari walaupun itu sedikit dan saya akan selalu ingat kata-kata pak ustad tadi “sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lainnya” maka dari itu saya siap.
“kalau bisa mulai besok” dengan penuh harap
“insya Allah” dengan penuh keyakinan saya bisa
“kalau begitu saya mau pamit pulang karena ada pengajian yang harus saya isi di pondok, saya tunggu kehadiran saudara Harun” sambil berdiri pak ustad pamit dari rumah saya.
“ ya pak ustad, terimakasih telah berkunjung kerumah saya” dengan penuh kesenangan
“assalamu alaikum”
“Wa alaikum salam”
Dengan pamitnya ustad hasan saya harus segera mempersiapkan perlengkapan buat ngajar di pondok beliau, mulai saat ini saya harus bersungguh-sungguh demi mencapai kehidupan yang cerah baik di dunia maupu di akherat kelak.
Ke esokan harinya saya datang ke pondok Al-Hikmah dan langsung menemui ustad Hasan, disana saya di ajak jalan-jalan keliling sekitar pondok dan saya di beri tahu semua seluk beluk sejarah pondok itu sekaligus di paparkan visi dan misi pondok tersebut, dengan semua yang dipaparkan ustad Hasan kepada saya, saya semakin bersemangat untuk mengajar di pondok tersebut.
Ini adalah awal kali saya akan terjun kedunia pendidikan islam yang dimana di pondok ini saya punya amanat untuk mengajar ilmu agama yang sudah saya pelajari kepada para santri yang begitu banyak dan bersemangat yang membuat saya tambah semangat. Disana saya mengajar ilmu fikih dan langsung mempraktekan supaya para santri lebih faham dan tidak bertanya lagi. kendala saya ketika mengajar itu kadang saya suka agak gugup karena mungkin saya masih baru dan dalam proses untuk menjadi seorang pengajar yang hebat dan yang sebenarnya saya di pondok ini bukan ngajar tapi hanya sekedar berbagi ilmu yang sudah saya dapat, kalaupun di sebut seorang guru saya belum pantas karena terbatasnya ilmu yang saya miliki.
Tidak terasa sudah tiga bulan saya nengajar di pondok pesantren Al-Hikmah, saya semakin percaya diri ketika mengajar di kelas karena sudah terbiasa, ketika saya usai mengajar para santri pada sore hari ada salah satu anak santri yang menghanpiri saya.
“assalamu alaikum ustad harun, saya mau bertanya” sambil bersalaman kepada saya
Saya sempat kaget karena ada yang manggil saya ustad padahal saya bukan ustad, tapi tidak apa-apa lah mudah-mudahan menjadi do’a buat saya.aamiin.
“ wa alaikum salam, ya silahkan nak, mau bartanya tentang apa?” dengan lembutnya saya menjawab
“saya mau bertanya tentang shalat, bagaimana hukumnya jika di dalam satu masjid ada dua kelompok yang berjama’ah dan imamnya juga dua” anak itu bertanya dengan penuh penasaran
Anak itu bertanya bagaimana jika ada yang shalat berjama’ah di masjid dua imam, sebenarnya kalau saya jawab secara detail sangat beragam jawabannya dan anak itu tidak akan mengerti sebelum dia tahu bagiamana dulu kondisi di masjidnya. Pertanyaan anak ini parnah saya tanyakan juga dulu kepada guru saya dan jawabannya tidak boleh ada dua imam dalam satu masjid, begitulah kira-kira yang akan saya jawab.
“hukumnya tidak boleh, tapi tidak semua tidak boleh kita lihat dulu kondisi masjidnya apakah besar atau kecil dan apakah bertingkat atau tidak, begitu nak faham sekarang” saya menjawab dengan keyakinan yang saya miliki dan saya saksikan
“oh begitu ya ustad, terimakasih” dengan muka yang agak masih penasaran
“kenapa kamu bertanya hal itu nak” saya Tanya balik
“kemarin di masjid ada dua jama’ah yang barsamaan sehingga timbulah keingintahuan saya untuk bertanya” anak itu menjelaskan kejadian yang dia lihat pada waktu kemarin
“oh begitu ceritanya, bagus nak, kalau ada apa-apa tanyakan aja ya jangan sungkan” smbil saya memegang pundak anak itu
“ ya pak ustad, saya pamit dulu assalamu alaikum” anak itu pamit dan langsung pulang
“ ya hati-hati wa alaikum salam” saya jawab dengan halus dan penuh bangga
Ternyata ada juga anak santri yang begitu sangat telitinya sehingga dia menanyakan hal yang menurut dia gak biasanya terjadi, saya do’akan semoga anak yang nanya kepada saya tadi menjadi seorang ulama yang hebat dan luar biasa serta menjadi tokoh dunia islam. Aamiin.
Dengan keadaan yang begitu baragam di lingkungan kita maka kita harus bisa menyasuaikan diri dan harus bisa menguasai keadaan masyarakat yang ada di sekitar kita dan kita harus bersikap baik juga.
Sekian dan terimakasih
Karya : Wandi Tosan
Jururan: Bahasa dan Sastra Arab
Fakultas: Humaniora

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

No comments: